PERATURAN DAN REGULASI IT
Sebelum masuk dalam pembahasan sebaiknya kita ketahui dulu definisi dari peraturan dan regulasi IT
Peraturan merupakan pedoman agar manusia hidup tertib dan teratur. Jika tidak terdapat peraturan, manusia bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa kendali, dan sulit diatur.
Regulasi adalah “mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan.” Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar. Seseorang dapat, mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan sanksi (seperti denda).
Pembahasan bagian bagian dari Peraturan dan Regulasi IT
a. Perbedaan Cyber Law
Cyber Law merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu
negara tertentu, dan peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada
masyarakat negara tersebut. Jadi,setiap negara mempunyai cyberlaw
tersendiri.
Secara umum , materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan
mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai
perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi
elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti
UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature.
Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis
di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum
dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang diatur,
antara lain:
1. pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE);2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE);
3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan
4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);
Sedangkan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang (cybercrimes) mengacu pada ketentuan dalam EU Convention on Cybercrimes, 2001. Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain: 1. konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian,
Berikut ini adalah penjelasan adalah Cyber Law yang ada di beberapa negara lain :
a. Cyberlaw di Indonesia
CyberLaw di Indonesia sudah mulai di rintis sebelum tahun 1999.
Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang
mengenai cyberlaw tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang
lebih spesifik. “Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana dengan
baik”. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang
terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan
penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking,
pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan,
masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi.
Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang
mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya
ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan
Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU
Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.
b. Cyberlaw di ThailandAda satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti privasi, spam, digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
c. Cyberlaw di Amerika Serikat
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
Pasal 5 :
Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
Pasal 7 :
Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
Pasal 8 :
Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Pasal 9 :
Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 10 :
Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
Pasal 11 :
Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
Pasal 12 :
Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
Pasal 13 :
“Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 :
Mengatur mengenai transaksi otomatis.
Pasal 15 :
Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal 16 :
Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
Undang-Undang Lainnya :
• Electronic Signatures in Global and National Commerce Act
• Uniform Computer Information Transaction Act
• Government Paperwork Elimination Act
• Electronic Communication Privacy Act
• Privacy Protection Act
• Fair Credit Reporting Act
• Right to Financial Privacy Act
• Computer Fraud and Abuse Act
• Anti-cyber squatting consumer protection Act
• Child online protection Act
• Children’s online privacy protection Act
• Economic espionage Act
• “No Electronic Theft” Act
Undang-Undang Khusus :
• Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)
• Credit Card Fraud Act
• Electronic Communication Privacy Act (ECPA)
• Digital Perfomance Right in Sound Recording Act
• Ellectronic Fund Transfer Act
• Uniform Commercial Code Governance of Electronic Funds Transfer
• Federal Cable Communication Policy
• Video Privacy Protection Act
Undang-Undang Sisipan :
• Arms Export Control Act
• Copyright Act, 1909, 1976
• Code of Federal Regulations of Indecent Telephone Message Services
• Privacy Act of 1974
• Statute of Frauds
• Federal Trade Commision Act
• Uniform Deceptive Trade Practices Act
d. Cyberlaw di Singapura
The Electronic Transactions Act (ETA) Singapura memiliki cyberlaw
yaitu The Electronic Transactions Act yang telah ada sejak 10 Juli 1998
untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk
transaksi perdagangan elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi
Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan
mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura.
ETA dibuat dengan tujuan :
- Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
- Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin / mengamankan perdagangan elektronik.
- Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan menurut undang-undang, dan untuk mempromosikan penyerahan yang efisien pada kantor pemerintah atas bantuan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
- Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dan lain – lain.
- Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan
- Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Isi dari ETA mencakup hal – hal berikut ini :
1. Kontrak Elektronik
Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang
dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak
elektronik memiliki kepastian hukum.
2. Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network
service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti
mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga
yang menggunakan jasa jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa
perlu untuk mewaspadai hal tersebut.
3. Tandatangan dan Arsip elektronik
Bagaimanapun hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk
menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip
elektronik tersebut harus sah menurut hukum, namun tidak semua hal/bukti
dapat berupa arsip elektronik sesuai yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Singapore. Langkah yang diambil oleh Singapore untuk membuat
ETA inilah yang mungkin menjadi pendukung majunya bisnis e-commerce di
Singapore dan terlihat jelas alasan mengapa di Indonesia bisnis
e-commerce tidak berkembang karena belum adanya suatu kekuatan hukum
yang dapat meyakinkan masyarakat bahwa bisnis e-commerce di Indonesia
aman seperi di negara Singapore.
e. Cyberlaw di Malaysia
Lima cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997 tercatat di kronologis
ketertiban. Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang
disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk
memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan
elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi
bisnis. Computer Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum dengan
kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan penggunaan
komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk pelanggaran
yang berbeda komitmen. Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku
adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk
memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh
melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi
video.
b. Computer Crime Act(Malaysia)
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) merupakan Cyber Law
(Undang-Undang) yang digunakan untuk memberikan dan mengatur bentuk
pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan komputer.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan oleh
Malaysia adalah peraturan Undang-Undang (UU) TI yang sudah dimiliki dan
dikeluarkan negara Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan dengan
dikeluarkannya Digital Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital),
serta Communication and Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan
Multimedia).Di Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang kejahatan komputer yang dibuat tahun 1997, proses komunikasi yang termasuk kategori Cyber Crime adalah komunikasi secara langsung ataupun tidak langsung dengan menggunakan suatu kode atau password atau sejenisnya untuk mengakses komputer yang memungkinkan penyalahgunaan komputer pada proses komunikasi terjadi.
c. Council of Europe Convension of Crime Cyber Crime
Merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan
mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerja sama
internasional dalam mewujudkan hal ini.
COCCC telah diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di kota
Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah menyepakati bahwa Convention on
Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty Series dengan nomor 185.
Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh
minimal lima Negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan
oleh tiga Negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup
area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan criminal yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cybercrime, baik melalui
undang-undang maupun kerja sama internasional. Konvensi ini dibentuk
dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut:
– Bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar
Negara dan Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya
kebutuhan untuk melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan
pengembangan teknologi informasi.
– Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem,
jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain
yang diperlukan adalah adanya kepastian dalam proses penyelidikan dan
penuntutan pada tingkat internasional dan domestik melalui suatu
mekanisme kerjasama internasional yang dapat dipercaya dan cepat.
– Saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan
suatu kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi
manusia sejalan dengan Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi
Manusia dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik
Dan sipil yang memberikan perlindungan kebebasan berpendapat seperti
hak berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, dan
menyebarkan informasi/pendapat.
Konvensi ini telah disepakati oleh masyarakat Uni Eropa sebagai
konvensi yang terbuka untuk diakses oleh Negara manapun di dunia. Hal
ini dimaksudkan untuk diajdikan norma dan instrument Hukum Internasional
dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa mengurangi kesempatan setiap
individu untuk tetap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam
pengembangan teknologi informasi.
UU no 19 tntang hak cipta, bagaimana ruang lingkup UU tentang hak cipta?
(jelaskan prosedur pendaftaran haki)
(jelaskan prosedur pendaftaran haki)
- Pengertian hak cipta menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002:
Hak cipta adalah “hak eksklusif
bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku” (pasal 1 butir 1).
- Permohonan Paten diajukan dengan cara mengisi formulir yang telah disediakan, dalam Bahasa Indonesia yang kemudian diketik rangkap 4 (empat).
- Dalam proses pendaftaran paten ini, pemohon juga wajib melampirkan hal-hal sebagai berikut :
- Surat Kuasa Khusus, apabila permohonan pendaftaran paten diajukan melalui konsultan Paten terdaftar selaku kuasa;
- Surat pengalihan hak, apabila permohonan diajukan oleh pihak lain yang bukan penemu;
- Deskripsi, klaim, abstrak serta gambar (apabila ada) masing-masing rangkap 3 (tiga);
- Bukti Prioritas asli, dan terjemahan halaman depan dalam bahasa Indonesia rangkap 4 (empat) (apabila diajukan dengan Hak Prioritas);
- Terjemahan uraian penemuan dalam bahasa Inggris, apabila penemuan tersebut aslinya dalam bahasa asing selain bahasa Inggris, dibuat dalam rangkap 2 (dua);
- Bukti pembayaran biaya permohonan Paten sebesar Rp. 575.000,- (lima ratus tujuh puluh lima ribu rupiah); dan Cara Pendaftaran Hak Atas Kekayaan Milik Intelektual, Hak Paten, Hak Cipta, Merek.
- Bukti pembayaran biaya permohonan Paten Sederhana sebesar Rp. 125.000,- (seratus dua puluh lima ribu rupiah) dan untuk pemeriksaan substantif Paten Sederhana sebesar Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah);
- Tambahan biaya setiap klaim, apabila lebih dari 10 (sepuluh) klaim: Rp. 40.000,- (empat puluh ribu rupiah) per klaim.
- Penulisan deskripsi, klaim, abstrak dan gambar sebagaimana dimaksud diatas ditentukan sebagai berikut :
- Setiap lembar kertas hanya salah satu mukanya saja yang boleh dipergunakan untuk penulisan dan gambar;
- Deskripsi, klaim dan abstrak diketik dalam kertas HVS atau yang sejenis yang terpisah dengan ukuran A-4 (29,7 x 21 cm ) dengan berat minimum 80 gram dengan batas : dari pinggir atas 2 cm, dari pinggir bawah 2 cm, dari pinggir kiri 2,5 cm, dan dari pinggir kanan 2cm; Cara Pendaftaran Hak Atas Kekayaan Milik Intelektual, Hak Paten, Hak Cipta, Merek.
- Kertas A-4 tersebut harus berwarna putih, rata tidak mengkilat dan pemakaiannya dilakukan dengan menempatkan sisinya yang pendek di bagian atas dan bawah (kecuali dipergunakan untuk gambar);
- Setiap lembar deskripsi, klaim dan gambar diberi nomor urut angka Arab pada bagian tengah atas;
- Pada setiap lima baris pengetikan baris uraian dan klaim, harus diberi nomor baris dan setiap halaman baru merupakan permulaan (awal) nomor dan ditempatkan di sebelah kiri uraian atau klaim;Cara Pendaftaran Hak Atas Kekayaan Milik Intelektual, Hak Paten, Hak Cipta, Merek.
- Pengetikan harus dilakukan dengan menggunakan tinta (toner) warna hitam, dengan ukuran antar baris 1,5 spasi, dengan huruf tegak berukuran tinggi huruf minimum 0,21 cm;
- Tanda-tanda dengan garis, rumus kimia, dan tanda-tanda tertentu dapat ditulis dengan tangan atau dilukis;
- Gambar harus menggunakan tinta Cina hitam pada kertas gambar putih ukuran A-4 dengan berat minimum 100 gram yang tidak mengkilap dengan batas sebagai berikut : dari pinggir atas 2,5 cm, dari pinggir bawah 1 cm, dari pinggir kiri 2,5 cm, dan dari pinggir kanan 1 cm;
- Seluruh dokumen Paten yang diajukan harus dalam lembar-lembar kertas utuh, tidak boleh dalam keadaan tersobek, terlipat, rusak atau gambar yang ditempelkan;
- Setiap istilah yang dipergunakan dalam deskripsi, klaim, abstrak dan gambar harus konsisten antara satu dengan lainnya. Cara Pendaftaran Hak Atas Kekayaan Milik Intelektual, Hak Paten, Hak Cipta, Merek.
- Permohonan pemeriksaan substantif diajukan dengan cara mengisi formulir yang telah disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia dengan melampirkan bukti pembayaran biaya permohonan sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).
UU No. 36 telekomunikasi berisikan sembilan bab yang mengatur hal-hal
berikut ini; Azas dan tujuan telekomunikasi, pembinaaan, penyelenggaraan
telekomunikasi, penyidikan, sanksi administrasi, ketentuan pidana,
ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Undang-Undang ini dibuat
untuk menggantikan UU No.3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, karena
diperlukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan
telekomunikasi nasional yang dimana semua ketentuan itu telah di
setujuin oleh DPRRI. UU
ini dibuat karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa
pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang
sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam
penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi. Dengan munculnya undang-undang tersebut membuat banyak terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi, antara lain :
- Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah berkembang pada TI.
- Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
Apakah ada
keterbatasan yang dituangkan dalam UU no.36 Telekomunikasi tersebut
dalam hal mengatur penggunaan teknologi Informasi. Maka berdasarkan isi
dari UU tersebut tidak ada penjelasan mengenai batasan-batasan yang
mengatur secara spesifik dalam penggunaan teknologi informasi tersebut,
artinya dalan UU tersebut tidak ada peraturan yang secara resmi dapat
membatasi penggunaan teknologi komunikasi ini.
Sumber :
Comments
Post a Comment